Minggu, 22 Maret 2015

Mari Kita Jaga Termbu Karang Indonesia


Indonesia merupakan negara yang memiliki wilayah laut yang luas dan ribuan pulau besar dan kecil yang tersebar di dalamnya, maka derajak keberhasilan bangsa Indonesia juga ditentukan dalam memanfaatkan dan mengelolah wilayah laut yang luas tersebut.Keunikan dan keindahan serta keanekaragaman kehidupan bawah laut dari kepulauan Indonesia yang membentang luas di cakrawala khatulistiwa masih banyak menyimpan misteri dan tantangan terhadap potensinya. Salah satu dari potensi tersebut atau sum­berdaya hayati yang tak ternilai harganya dari segi ekonomi atau eko­loginya adalah sumberdaya terumbu karang dan jika kaitkan dengan pengembangan wisata bahari, maka keberadaan biota laut yang satu jelas mempunyai andil yang sangat besar. Karena, keberadaannya sangat penting dalam pengembangan berbagai sektor termasuk sektor pariwisata.


Terumbu karang merupakan ekosistem khas yang terdapat di daerah tropis yang terbentuk dari endapan-endapan masif ter­utama kalsium karbonat yang dihasilkan oleh organisme karang, alga berkapur dan organisme-organisme lain yang mengeluarkan kalsium karbonat. Ekosistem terumbu karang mempunyai produktivitas organik yang sangat tinggi dibandingkan ekosistem lainnya, demikian pula dengan keanekaragaman hayatinya. Selain mempunyai fungsi ekologis sebagai penyedia nutrien bagi biota perairan, pelindung fisik, tempat pemijahan, tempat asuhan bagi berbagai biota, terumbu karang juga menghasilkan produk bernilai ekonomis penting seperti berbagai jenis ikan karang, udang karang, alga, teripang, dan kerang mutiara. Terumbu karang membutuhkan waktu berjuta tahun hingga dapat tercipta secara utuh dan indah.Dan yang ada di perairan Indonesia saat ini paling tidak mulai terbentuk sejak 450 juta tahun silam.



Namun, keadaan terumbu karang di Indonesia terus berada dalam keterpurukan menuju kehancuran dan kerusakan besar-besaran. padahal Indonesia merupaka pusat distribusi terumbu karang untuk seluruh Indo-Pasifik. Indonesia memiliki areal terumbu karang seluas 60 ribu kilometer persegi, dan telah tercatat kurang lebih 354 jenis karang yang termasuk kedalam 75 marga. ancaman terbesar sebenarnya berasal dari manusia sendiri, yang tidak henti-hentinya mealukan kerusakan, ekpoitasi karang laut untuk dijual maupun sebagai pajangan, melakukan pengeboman yang dampaknya akan menyebabkan ekosistem karang menjadi punah.
Sebenarnya,Kasus pengeboman itu sendiri sudah mengalami penurunan 5 tahun terakhir.Itu setelah dilakukannya pendekatan kepada para nelayan dan hukum telah ditegakkan. Begitu juga dengan kasus pengrusakan karang. Walau begitu, kegiatan tak bertanggungjawab itu sudah terlanjur berdampak terhadap kerusakan sebagian besar karang yang ada karena proses pembiusan ikan dengan menggunakan bahan kimia berimplikasi terhadap karang yang sangat sensitif dengan bahan kimia untuk pembiusan ikan. Kegiatan penangkapan ikan dengan pembiusan ada, karena banyaknya permintaan ikan hias. Sehingga, jalan untuk menangkapnya dilakukan dengan cara pembiusan agar ikan-ikan itu tidak mati. Kalau kasus-kasus itu telah mengalami penurunan, satu hal yang masih juga belum bisa dikendalikan lantaran tak memiliki dasar hukum dan aturan adalah overfishing (penangkapan berlebih).Kegiatan ini sudah tentu mengancam karang, karena banyak terjadi pengambilan karang dari laut untuk dibuat bahan bangunan, juga pengambilan secara berlebih terhadap teripang laut dan juga kima yang merupakan bagian dari terumbu karang.
Seperti yang diungkapkan Sekretaris Eksekutif Coral Reef Reha­bilitation and Management Program II (COREMAP II), Jamaluddin Jompa. Dikatakannya, saat ini pihaknya tengah bekerja keras guna meminimalisir pengrusakan terumbu karang akibat ulah manusia. Upaya ini dilakukan dengan harapan kekayaan laut bisa terjaga dengan baik. Tentunya hal itu dilakukan dengan pendekatan dan juga penegakan hukum. Dan khusus untuk overfishing, ini akan kita perjuangkan agar juga nantinya ada regulasi yang bisa mengatur. Jamaluddin menyebutkan bahwa kerusakan karang di Indonesia sangat jelas. Menurut  data Pusat Penelitian Oseanografi (P2O) LIPI 2009 saja, tercatat kalau luas terumbu karang Indonesia 70.000 kilo meter persegi yang masih dalam kondisi sangat baik hanya 5,5 persennya saja. Hal itu menunjukkan penurunan yang signifikan dari 2000 lalu yang mana pada tahun itu terumbu karang yang kondisinya sangat baik mencapai 6,2 persen. Data LIPI 2009 juga menyebutkan kalau terumbu karang yang kondisinya baik mencapai 26 persen, cukup baik 37 persen dan yang sudah mengalami kehancuran sebanyak 31,5 persen. Kenyataan itulah yang nampak saat ini dan diprediksikan bakal akan terjadi lagi kerusakan-kerusakan pada terumbu karang ke depannya.
Di samping ulah jahil tangan manusia, tutur Jamaluddin, yang menjadi ancaman terumbu karang ke depannya adalah pemanasan global yang berdampak pada perubahan iklim atau yang disebut dengan climate change dan juga ancaman lainnya seperti sedimentasi, pencemaran laut, serta sampah. Padahal, kerusakan terumbu karang saat ini yang mencapai 31,5 persen sangat sulit untuk dilakukan pemulihan. Apalagi pertumbuhan karang sangat lambat dan areal yang hancur sangat luas. Untuk itu, COREMAP II telah mengupayakan untuk mem­perta­hankan terumbu karang yang kondisinya masih sangat baik. Sementara adanya ide untuk penanaman baru karang belum dapat dilakukan karena biaya yang cukup tinggi. 
Tindakan penyelamatan juga tengah dilakukan Komisi IV DPR. Salah satunya, dengan menyusun Rancangan Undang-Undang (RUU) Kelautan yang nantinya diharapakan akan mengatur sanksi hukum terkait pengrusakan ekosistem laut dan juga tingkah nelayan Indonesia yang sangat gemar melakukan pe­nang­kapan ikan secara berlebih, serta pengambilan karang untuk bahan bangunan. Anggota Komisi IV DPR RI, Bahrum Daido mengungkapkan, kalau pihaknya sangat prihatin dengan kondisi terumbu karang di Indonesia. Untuk itulah nanti, semua aspek yang akan mengganggu terumbu karang akan diatur dalam RUU itu, agar supaya terumbu karang di Indonesia bisa pulih kembali.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar